Kamis, 02 Juni 2011

Bandung MenjadI Eco Town

Kota inipun berniatmenjadi kota dirgantaradan Eco Town.
Sejatinya, Sabtu (25/9) menjadi hari yang menyenangkan untuk seluruh masyarakat Kota Bandung. Tepat hari itu, kota seluas 167,67 kilometer persegi ini merayakan hari ulang tahun yang menginjak usia dua abad atau pas 200 tahun.
Siapa nyana, perayaan HUT 200 tahun yang,semula direncanakan meriah dengan beragam ajang, seperti pameran kreatif sekaligus mencanangkan Kota Bandung sebagai Eco Town, Bandung Air Show (BAS) 2010 yang dilaksanakan pada
23-26 September 2010 di Landasan Udara (Lanud) Husein Sastranegara hingga beberapa konsep musik itu justru menyisakan duka.
Insiden jatuhnya pesawat Super Decathlon tipe 8 KCAB yang dikemudikan Ir Alexander Supeli menghadirkan cerita sedih di tengah keriaan itu. Namun, seperti diungkap Komandan Landasan Udara (Danlanud) Husein Sastranegara, Kolonel Pnb Asep Adang Supriyadi, tak perlu ada trauma.
Perayaan Ku tetap berlanjut.
Dari sejarahnya. Bandung mulai dijadikan sebagai kawasan permukiman sejak pemerintahan kolonial Hindia-Belanda. Lewat surat keputusan Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels saat itu tertanggal 25 September 1810 tentang pembangunan sarana dan prasarana
untuk kawasan ini, Bandung pun memulai tonggak sejarah. Penancapan tonggak di jalan yang sekarang bernama Jalan Asia Afrika itu pun menjadi acuan titik nol Kota Bandung.
Di usia dua abad kini, Bandung mengungkap kisahnya. Di antara kisah menarik tentang wisata kuliner, mode, hingga kemacetan yang mengular saban akhir pekan, kota yang dijuluki Parijs van Java ini menuturkan keinginan untuk menjadi kota dirgantara yang lebih ramah lingkungan.
Keinginan itu pula yang mewujud dalam perayaan kali ini. Ajang BAS menjadi satu cara untuk untuk meningkatkan minat masyarakat Kota Bandung dalam dunia kedirgantaraan, sekaligus menjadikan kota ini sebagai kota dirgantara. Terlebih di kota ini terdapat dua perusahaan negara yang memproduksi peralatan kedirgantaraan, yakni PT Dirgantara Indonesia (DI) yang merupakan industri pesawat terbang yang pertama di Indonesia dan Asia Tenggara, serta PT Pindad yang memproduksi senjata-senjata militer.
Kolonel Pnb Asep Adang Supriyadi mengatakan, selama ini masyarakat Kota Bandung masih awam dan belum mengenal atau bahkan menyadari potensi besar kotanya dalam bidang kedirgantaraan. "Selama ini,masyarakat tidak tahu jika peralatan-peralatan dirgantara, seperti tank, helikopter, pesawat sport, dan senjata yang mereka lihat di televisi adalah buatan perusahaan yang berada di Kota Bandung. Inilah semangat yang kami usung dalam acara BAS sebagai peringatan HUT ke-200 Kota Bandung," ujar Asep Adang Supriyadi kepada Republika, Selasa (21/9) lalu.
Tidak hanya mempromosikan produksi peralatan dirgantara Indonesia kepada negara lain, ajang ini juga dianggap dapat memberikan keuntungan untuk Bandung. "Ini dapat menambah pendapatan sekaligus pariwisata andalan Kota Bandung sebagai kota dirgantara," papar Asep.
Eco Town
Tak hanya bersiap diri menjadi kota dirgantara, Bandung pun digadang-gadang menjadi kota ramah lingkungan lewat pencanangan Eco Town. Wali Kota Bandung, Dada Rosada, kerap rewel demi mengampanyekan penghijauan di Kota Bandung. Acara penanaman pohon pun sering dilakukan di berbagai sudut Kota Bandung. Program tempat parkir bagi kendaraan lulus uji emisi juga tengah direncanakan untuk diperluas. Tidak hanya tempat parkir di Gedung Balai Kota Bandung, tetapi juga seluruhtempat parkir kantor pemerintahan di lingkungan Pemkot Bandung serta Pemprov Jabar. Dan, pada Selasa (21/9) lalu; Dada Rosada yang didampingi Menteri Lingkungan Hidup, Gusti Muhammad Hatta, mencanangkan Bandung sebagai Eco Town.
Meskipun begitu, berbagai kalangan mengatakan program-program tersebut sekadar slogan dan menjadi seremonial belaka. Bagi Dwi Sawung, perwakilan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jabar, untuk menyelamatkan lingkungan di Bandung tidak butuh program-program seremonial tersebut. Sebenarnya, kata Dwi, jika seluruh pihak mau menaati peraturan mengenai lingkungan hidup atau tata ruang, kondisi Kota Bandung akan lebih baik. "Masalahnya, pembangunan di Kota Bandung kerap melanggar peraturan dan Pemkot Bandung terkesan membiarkan," katanya.
Ia mengakui, program penanaman pohon kerap dilakukan Pemkot Bandung. Namun, lanjutnya, pemeliharaan pohon tidak dilakukan. Malah, banyak pohon yang ditebang hanya untuk kepentingan bisnis atau komersial. Akibatnya, banjir cileun-cang kerap terjadi di Kota Bandung.
Banjir cileuncang yang kerap terjadi di Kota Bandung menandakan minimnya ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai tempat penyerap air. Di Kawasan Dago, kerap ditemukan pembangunan yang menutupitanah hingga 100 persen. Padahal, dalam peraturan, pembangunan hanya dapat menutupi tanah maksimal sebesar 80 persen, sisanya untuk penghijauan. "Sebanyak 60 persen taman telah berubah fungsi sejak 20 tahun terakhir," timpalnya.
Selain itu, polusi udara pun meningkat seiring dengan pertambahan jumlah kendaraan di Kota Bandung. Akibatnya, hujan asam pun kerap terjadi yang menyebabkan perubahan warna pada patung-patung tembaga di Kota Bandung. "Patung Persib di persimpangan Jalan Lembong dan Jalan Sumatra, warnanya mulai kehijauan dan terjadi korosi pada patung tersebut," paparnya.
Ia juga memprotes pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) yang rencananya akan dibangun dalam kawasan Stadion Utama Sepak Bola (SUS) Gedebage, Bandung. Pasalnya, pembangunan PLTSa tidak sesuai dengan konsep Eco Town yang dicanangkan untuk Kota Bandung.
Konsep Eco Town" adalah meminimalisasi sampah untuk menjaga lingkungan. Sedangkan dalam PLTSa, jumlah sampah harus tetap konsisten sekitar seribu ton sampah setiap harinya, meskipun Dada menjanjikan operasionalnya akan ramah lingkungan.
Keberadaan PLTSa. ia menduga, tidak akan bertahan lama. Karenabiaya operasional PLTSa dinilai terlalu mahal. Ia membandingkan, pengolahan sampah secara konvensional saat ini menghabiskan Rp 85 ribu per ton sampah, sedangkan di PLTSa harus menghabiskan dana sebesar Rp 485 ribu per ton.
"Kalau bukan Pemkot Bandung yang membayarnya, siapa lagi? Pihak swasta pasti tidak akan mau rugi. Pengoperasian PLTSa paling lama akan bertahan sekitar tiga bulan, setelah itu gagal," ungkap Dwi.
Bangunan bersejarah
Belum beres urusan lingkungan. Bandung masih menyisakan catatan lain untuk bangunan-bangunan berse-jarahnya. Bandung Heritage, paguyuban pelestari budaya Bandung, sempat mengajukan 650 bangunan bersejarah untuk masuk dalam peraturan daerah. Padahal, diperkirakan masih terdapat ratusan bangunan bernilai sejarah tinggi lainnya yang belum terdata di Kota Bandung.
Ketua Bandung Heritage, Haras-toeti, mengakui adanya lebih dari seribu bangunan bersejarah di Bandung. Sebelum Perda Benda Cagar Budaya (BCB) ditetapkan, pihaknya telah mengajukan daftar seribu bangunan yang harus dilindungi di Kota Bandung. Jumlah tersebut lalu diseleksi menjadi 650 bangunan. Namun, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disbudpar) Kota Bandung tetapmeminta Bandung Heritage untuk menciutkan daftar bangunan tersebut menjadi kurang dari 100 bangunan, bahkan menyarankan 50 bangunan saja yang harus dilindungi.
"Akhirnya. DPRD Kota Bandung hanya memperdakan 99 bangunan. Sedangkan 250 bangunan bersejarah lainnya yang masuk kategori B dan C, seperti Hotel Harapan, Pemkot Bandung berjanji akan membuatkan peraturan wali kota (perwal). Namun, hampir setahun, perwal malah tidak jelas," ujar Harastoeti dengan nada menyesalkan.
Nada kesal pun turut dilontarkan seniman ranah Sunda. Doel Sumbang. Didera berbagai masalah, Doel berharap julukan Parijs van Java kembali tersemat untuk kotanya tercinta ini.
Bagi penyanyi dan pencipta lagu ini, Kota Bandung harus memulihkan citranya sebagai kota mode, musik, kuliner, d,an wisata yang memberikan kesan aman dan nyaman kepada warga dan orang-orang yang mengun-junginya.
Dalam pesan singkatnya yang singgah Sabtu siang itu. Doel menitipkan pesannya. "Terlepas dari baik dan buruknya kota ini, saya tetap mengucapkan selamat hari ulang tahun untuk Kota Bandung yang ke-200. Semoga kota ini akan berkembang menjadi lebih baik lagi."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar